Oleh: Danial Indrakusuma
Cina adalah surga bagi sub-kontraktor
atau vendor barang-barang Amerika, Eropa dan Jepang. Mereka mengerjakan
order dengan petunjuk dan (bahkan) teknologi dari negeri-negeri maju
yang meng-order. Sebagian besar modalnya pun milik negeri-negeri
peng-order. Produk iPhone yang harganya $ 300 di Amerika, oleh Cina dijual $ 85 untuk dealer di Amerika. Produk Apple Made in China dijual $ 60, dan untuk pekerja Cina termasuk CEO nya, sekadar $ 2.61.
Cina memang kemudian dalam transfer
teknologinya mampu membuat modifikasi tiruan dengan bahan dan kapasitas
yang lebih murah sehingga harga produknya bisa murah. Tentu,-- kualitas
produk harus menyesuaikan. Padahal, hampir semua teknologi
induk,--formula/rumus, invention dan inovation,--- telah ditahan atau menjadi milik yang dipatenkan alias dimonopoli kaum kapitalis besar di negeri-negeri maju.
Sementara itu, produk Jepang, hampir sebagian besar adalah modifikasi atau perwujudan dari teknologi induk, formula/rumus, invention dan inovation
teknologi yang dimonopoli kaum kapitalis monopoli (baca: imperialisme)
imperialisme. Mesin-mesin canggih tidak akan ditempatkan di luar Jepang,
apalagi di negeri-negeri berkembang seperti Indonesia. Bahkan modal dan
sarana-sarana produksi Jepang pun dimiliki oleh asing. Negeri-negeri
berkembang hanya menyediakan tenaga kerja yang sebagian besar non-skill, bahan baku, dan transportasi (dalam jarak tertentu saja) dan lainnya.
Selama puluhan tahun barang-barang Jepang dijual murah. Dengan dumping policy
Jepang menjual murah di luar negerinya dan menjual mahal di dalam
negerinya sendiri. Produk Jepang merajai pasar dari negeri-negeri
berdaya beli rendah seperti Asia, Afrika dan Amerika Latin. Bahkan
barang Jepang bisa mendominasi di Amerika dan Eropa dengan ketentuan
kualitas tertentu.
Sekarang modal-modal kapitalis besar
mencoba mengatasi ancaman tersebut melalui kaki-tangannya, yakni Cina
dan Taiwan dan lainnya, untuk merebut pasar di negeri-negeri berdaya
beli rendah. Cengkraman modal kapitalis-kapitalis besar akan lebih kuat
dan besar bila melalui Cina dan Taiwan, ketimbang melalui Jepang, yang
mulai setahap demi setahap modal dan teknologi (modifikasinya) mulai
melepaskan diri. Memang tetap saja Jepang masih harus membayar royalti
pada para kapitalis yang memonopoli teknologi induk, formula/rumus, invention dan inovation.
Untuk menjaga pasar Amerika dan Eropa, para kapitalis besar mendirikan Trans-Atlantic Trade and Investment Patnerahip
(TTIP) yang sejatinya persekongkolan atau komplotan perdagangan dan
investasi Trans-Atlantik. Belakangan ini TTIP diprotes ratusan ribu
rakyat Jerman dan 30.000-an rakyat New Zealand.
Dari mana kapitalis-kapitalis besar itu memperoleh teknologi induk, formula/rumus, invention dan inovation tersebut? Setelah krisis besar akibat over produksi atau excess supply tahun 1929-1932, dan setelah krisis tersebut ternyata tak bisa diatasi dengan cara Keynesian, maka pemerintah mensubsidi perusahaan-perusahaan yang bangkrut, mensubsidi kompleks-kompleks militer dan universitas.
Kompleks-kompleks militer dan universitas tersebut disubsidi dengan tugas sebagai research and development
(penelitian dan pengembangan) teknologi barang-barang keperluan perang.
Setelah teknologinya ditemukan, kemudian diserahkan kepada swasta
sebagai produsen barang-barang terutama untuk kebutuhan perang.
Barang-barang tersebut sudah pasti pembelinya yaitu pemerintah. Sebagai
contoh: modem pertama di dunia, merek Hayes, yang diproduksi
swasta, adalah teknologi yang ditemukan dan dipasok dari kompleks
militer. Bahkan Inggris sampai sekarang masih berutang pembelian
perlengkapan perang tersebut. Maka ekonomi Amerika bangkit terutama
sejak tahun 1940-1970.
Sedangkan Jerman, setelah menyerap hasil
revolusi industri dari Inggris, mulai menstandarisasi teknologinya dari
utara hingga selatan Jerman,--sampai-sampai bahasa pun diseragamkan.
Jerman memulai membangun teknologi induk, formula/rumus, invention dan
inovation sendiri tapi berjalan lebih lambat. Percepatannya dilakukan
oleh rejim Nazi dengan melakukan cara seperti Amerika,--yaitu
bekerjasama dengan para kapitalis dan militer untuk mengembangkan research and development.
Yang mengagetkan adalah Uni-Soviet.
Setelah revolusi 1917, penduduknya masih sebagian besar kaum tani dan
industrinya tinggal 13%. Tenaga terdidiknya masih sangat sedikit dan
itupun seringkali menyabot revolusi. Tapi kenapa Yuri Gargarin yang
terlebih dahulu ke luar angkasa dan meng-orbit bumi? Itu karena setelah
revolusi, Uni Soviet mulai membuka negerinya terhadap dunia luar,
termasuk perdagangannya dan mengembangkan research and development dengan memodifikasi sampai menemukan teknologi induk, formula/rumus, invention dan inovation
dari bekas negeri-negeri yang menghisapnya sebelum revolusi, seperti
Jerman, Inggis dan Prancis. Namun barang-barang produksi Uni Soviet,
tidak seperti Cina, lebih baik kualitasnya, karena bukan diprioritaskan
untuk pasar tapi untuk distribusi dalam negeri atau bantuan-bantuan luar
negeri.
Jepang adalah hasil didikan Jerman, restorasi Meiji, dan bantuan teknologi serta modal untuk modifikasi dari Marshall Plan.
Kuba, negeri miskin, teknologi kesehatannya bisa mencapai salah satu
yang terbaik di dunia,--disediakan secara murah bahkan cuma-cuma bagi
rakyatnya. Pemerintah Kuba mengambil manfaat teknologi dari
negeri-negeri bekas sosialis, dengan menukarkan sebagian besar produksi
gulanya demi teknologi dan guru serta instruktur kesehatan dengan
negeri-negeri tersebut.
Benarkah realita bahwa ada negeri-negeri
berdaya beli rendah? Tidak seharusnya realitanya seperti itu. Karena
tenaga produktif berbasis kepandaian manusia (human experience), teknologinya, dan perkakas produksinya yang semakin dimonetisasi
(dinilai secara moneter-red) sebagai kapital. Padahal, di dunia
sekarang ini, sebenarnya, sudah bisa memproduksi barang-barang yang
melimpah, karenanya bisa murah, bahkan gratis.
Sehingga, walaupun produksi pangan dunia
sebenarnya sudah bisa memberi makan 6 kali penduduk dunia,--tapi sampai
hari ini Afrika masih kelaparan. Itu karena sarana alat produksi dan
bahan-bahan produksi atau sumber hajat hidup orang banyak dimiliki,
dikuasai dan dikendalikan oleh segelintir kaum kapitalis,--terutama
kapitalis monopoli (imperialisme). Sehingga, hitungan pendapatan sekadar
menjadi numerik moneter.
*Penulis adalah pengamat
ekonomi politik yang masih berjuang bersama gerakan buruh dan salah satu
pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD)